Senin, 02 Oktober 2023

 Rute Merantau

Medan untuk kuliah dan bekerja

Tangerang untuk belajar managemen lembaga pendidikan maju dan terpadu

Rantau prapat merintis lembaga pendidikan tingkat SMA/MA

Pekanbaru menambah bekal ilmu dan melanjutkan kuliah ke jenjang pasca sarjana....bagaimana dengan rute merantau saudara?

Rabu, 24 Agustus 2016

Cerita anak rantau
Sumber : http://www.cungklik.com/cerita-anak-rantau
Disini saya bicara tentang anak rantau, yang bukan sebuah kebetulan juga saya salah satu nya. Untuk saya sendiri, waktu saya kecil tidak pernah terpikirkan untuk merantau jauh dari tempat saya tinggal, terus terpisah jauh dari orang tua dan keluarga, hidup di daerah orang atau bahkan negara orang. Mungkin teman2 lain yang sekarang posisinya merantau seperti saya, mengalami hal seperti ini juga. Namun waktu sudah memasuki masa SMK, pikiran saya berubah, apalagi saya melihat sepupu2 saya sudah tinggal di Jakarta, terus teman2 saya juga sudah punya rencana setelah lulus SMK untuk pergi ke Ibu kota. Saya justru semakin penasaran, Ibu kota itu seperti apa yaa, sampai banyak sekali orang2 yang ingin mengadu nasib disana, entah itu untuk kerja, kuliah, dan atau hanya jalan2. Sampai saya bertanya ke teman yang waktu lulus sudah langsung ke Jakarta ikut kakak nya yang lebih dulu ke sana “tanah di Jakarta itu seperti apa sih, sama dengan di Bangka ga” (wkwk ini salah satu pertanyaan yang bergelayut di kepala saya saat itu). Waktu lulus SMK, saya tidak kuliah tapi langsung kerja di daerah saya. Hari demi hari pikiran saya itu tetap ingin sekali mencoba merantau seperti teman2 saya. Saya utarakan niat saya ini ke Mama saya. Sebagai orang tua sudah barang tentu Mama saya khawatir dan tidak mengijinkan saya merantau, apalagi kalau saya ikut2an teman, memang saya punya sepupu2 banyak di Jakarta, tapi mereka kan punya kehidupan sendiri, apalagi saya kan tidak pernah pergi jauh dari ortu, meski pun dari SMP saya sudah tinggal sama kakak, tapi tetap saya dibawah pengawasan ketat Mama saya..hihihii. Dari tulisan saya di atas, apakah sebuah keharusan untuk anak2 muda khusus nya, untuk merantau ? Penting banget ga seeh ? Lah ini dia, kalau menurut saya sendiri seberapa penting nya iyaa itu relatif dan choice dari individu nya. Bagi diri saya sendiri, karena saya sudah mengalami nya, jawaban saya yaa memang harus. Beberapa hal yang bisa didapat dari merantau :
1.    Anak rantau biasa nya lebih mandiri.
Dibandingkan tinggal sama ortu, mereka harus bisa memanage keuangan dengan baik, minimal untuk makan selama satu bulan, dari gaji atau bagi anak yang kuliah atas pemberian ortu nya. Bagaimana cara nya iyaa harus bisa sendiri mengatur minimal untuk kebutuhan pribadi nya sendiri. Atau bahkan saat sakit. Merantau tinggal sama saudara atau kost, sama sih susahnya kalau saat sakit. Kita juga tidak mau merepotkan saudara atau teman melayani kita kan, Karena mereka juga punya aktivitas pribadi. Otomatis harus dikuat2in saat sakit. Minta tolong yaa paling sesekali saja.
2.    Anak rantau punya banyak teman dari berbagai daerah.
Baik dia merantau untuk kerja atau kuliah. Banyak hal dari teman2 yang berbeda daerah atau bahkan negara bisa didapatkan, baik dari segi bahasa, adat istiadat, kebiasaan,tingkah laku , pola pikir, dan sifat. Dari situ lama2 kita bisa belajar bagaimana untuk memahami perbedaan2 tersebut.
3.    Anak rantau akan banyak menemui lingkungan yang berbeda dari daerah asalnya.
Lingkungan yang dimaksud disini mencakup banyak hal. Misal perumahan, pasar, mall, tempat wisata,tempat ibadah, adat istiadat yang berlaku didaearah rantau tsb, dan masih banyak lagi. Nah, hal ini bisa memperkaya pengalaman para perantau, yang tentu nya akan dibawa seumur hidup mereka.
4.    Anak rantau juga bisa menemukan partner bisnis dengan teman yang berasal dari daerah lain.
Sebagai contoh saat tinggal di kost, disitu kita akan saling mengenal teman2 baru yang kemudian saling curhat2an dan kongkow bareng, akhirnya berbicara tentang peluang bisnis yang memungkinkan kita untuk membuka pikiran untuk menjalankan bisnis bareng.
5.    Anak rantau punya channel yang banyak untuk traveling bersama teman2 seperjuangannya di  tanah rantau.
Mencoba hal2 baru untuk bepergian di berbagai destinasi wisata, lokal or internasional. Travelling bersama teman2 ke daerah2 yang baru or negara orang, mengasyikkan sekali bukan ? Tentunya akan merefresh kembali pikiran yang sumpek dan membawa cerita baru sebagai pengalaman hidup.
6.    Anak rantau juga bisa menemukan jodoh yang akhirnya membawa mereka ke pelaminan.
Entah itu pas kuliah or di tempat kerja, seringkali anak2 rantau menemukan jodoh nya baik dipertemukan dengan orang yang dari daerahnya sendiriatau dari daerah lain di tempat perantauan. Indahnya..
7.    Anak rantau juga bisa melihat kemajuan teknologi.
Di daerah rantauan khusus nya kota besar, misal seperti di Ibu kota. Banyak kemajuan teknologi yang bisa di lihat dan rasakan. Misal, gedung pencakar langit kayak apartemen mewah yang ratusan tingkat, mall2 besar, alat transportasi, wahana bermain,dan lain2 yang masih banyak lagi. Yang mungkin tidak ada didaerah asal dan  berbeda jauh dari daerah asalnya, jadi kita tidak menjadi katrok, hehehe.
8. Anak rantau biasanya lebih bisa menerima perbedaan yang ada.
 Entah itu perbedaan adat istiadat, ras, suku, dan agama. Mereka akan lebih bisa menghargai perbedaan tsb. Bahwa dunia itu lebih indah jika hidup damai dalam keragaman.
9. Anak rantau juga bisa sukses di daerah orang loh. Banyak sekali pengusaha2 yang sukses di tanah orang loh. Meskipun pada kenyataannya mereka harus rela tinggal jauh dari keluarga, demi menggapai impian. Tapi tidak apa2kan, toh mereka sudah bisa mengharumkan nama baik keluarga, asal jangan lupa pulang ke kampung halaman aja. Iya kan..?
10. Dan yang terakhir, anak rantau janganlah lupa pulang apalagi jadi kacang lupa kulit nya. Yang pasti orang tua khususnya, dan saudara2 kita sangat merindukan kedatangan kita. Dan sebaik2 negeri orang, lebih enak negeri sendiri. Kelanjutan curahan hati di paragraf pertama saya, suatu hari saya mendapat kabar dari Mama saya, bahwa saya diajak untuk kerja sama sepupu saya di Jakarta. Wah saya tidak nolak donk ajakan ini, akhirnya doa dan niat terjawab pikir saya, tepat nya tahun 2009. Mama saya mengijinkan saya karena ajakan itu berasal dari sepupu saya, jadi saya langsung tinggal sama sepupu saya. Mama saya jadi tidak khawatir untuk pertama kali saya merantau ini karena tinggal sama saudara saya. Jadilah saya mencatat sejarah, pertama kali dalam keluarga saya yang menginjakkan kaki di Ibu Kota (tanah rantau), baru deh dilanjutkan dengan Adek dan Mama saya. Buat teman2 yang belum pernah merantau, tidak apa2 cukup travelling aja. Namun, mumpung masih muda, cobalah untuk traveling ke berbagai daerah, yang sedikit lebih jauh. Semua orang pasti suka jalan2 kan, apalagi bersama dengan orang2 yang tersayang entah itu bersama ortu, keluarga kecil, keluarga besar, dan teman2. Tentu nya akan menjadi salah satu dari hari2 spesial yang paling diingat dan memuaskan bukan..? Demikian tulisan pertama saya di sini, terima kasih untuk www.cungklik.com yang sudah memberikan wadah untuk saya mencurahkan uneg2 saya. Meski belom sempurna betul, tapi setidak nya bisa berbagi sedikit pengalaman dan ilmu pengetahuan.

Sabtu, 30 April 2016

Merantau; kisah kecil perantauan


Keluargaku adalah keluarga perantau. Bapakku perantau di Jayapura. Mencari kehidupan yang lebih baik dengan bekerja hingga berkeluarga disana. Disanalah aku lahir. Di tempat perantauan bapakku. Begitu juga dengan almarhum kakekku, ia dahulu adalah seorang pedagang besar. Merantau dari sulawesi bersama ayahnya untuk berdagang. Ayah kakekku keturunan bangsawan di bone. Namun ia taat dalam agamanya sehingga ia lebih memilih untuk menjadi orang biasa. Tanpa gelar bangsawan. Tanpa embel-embel anak raja, atau penerus kerajaan. Ia hanya tahu bahwa hidup didunia ini yang terpenting ialah berbuat baik. Tak peduli siapa engkau, keturunan darimana hingga seberapa besarnya hartamu. Kalau tak bermanfaat bagi kebaikan orang lain, kamu tak pantas dikenang dan hidup diantara sekumpulan manusia bahkan alam sekalipun. Itu sebabnya ia menghilangkan dua huruf ng dibelakang nama marga keluarga, pasolo. Konon meski dua huruf, jika dibunyikan, orang akan tahu bahwa itu gelar bangsawan. Entahlah. Itu cerita turun temurun. Jelas sudah bahwa haru ini siapapun tak ada yang memakai dua huruf n dan g dibelakang nama marga. Lagipula tak ada yang ingin jadi bangsawan (bangsawan dalm arti sebenarnya). Buat apa?

Oyang, begitu panggilan bapak kakekku menyebarkan agama islam di pulau maluku. Ia datang bersama anaknya (kakekku). Tentu saja melalui jalur perdagangan. Beberapa orang di daerah maluku utara maupun tenggara pernah mendengar "kesaktian" oyang. Mereka mengira oyang salah satu pendekar sakti. Oyangku terlihat "sakti" karena ia banyak mengamalkan dzikir kepada Allah, begitu cerita turun temurun dari keluargaku. Banyak hal aneh yang mereka lihat dari mendiang oyang. Satu diantaranya berpindah ke beberapa tempat bahkan buah mulut disana oyang pernah berceramah pada hari Jum'at di tiga tempat yang berbeda sekaligus. Akal masyarakat setempat tak sanggup menalarnya. Konon beberapa orang dari dataran arab pun dibuat takjub, karena oyang pernah ke tanah suci mekkah disaat belum banyak transportasi udara maupun laut kesana. Itu sebabnya pergaulannya luas bahkan konon orang arab belajar agama padanya. Oyang, kakek dan juga bapakku perantau dengan kisah masing-masing. Sebagai penyebar agama, pedagang dan menjadi abdi masyarakat, bekerja sebagai pegawai negeri itu yang dilakukan bapakku.

Lain kisah bapakku, lain juga kisah mamaku. Mama, seorang perantau sejati. Bagaimana tidak? Ia merantau sejak umur lima tahun. Selepas meninggalnya eyang laki-laki (bapaknya mama), mama tinggal bersama tantenya. Ia dibawa ke tempat yang tidak dekat dari rumahnya. Jayapura. Madiun, Jawa timur secara geografis letaknya jauh dari Jayapura. Menggunakan kapal laut butuh enam hari terombang ambing dilautan. Kapal terbang,12jam dilangit secara kumulatif. Menembus awan, diguncang angin, memandangi petir jika hujan tiba. Langsung dan nyata. Sejak kecil hingga bekerja, kemudian menikah dan memiliki keturunan, mama tinggal di Jayapura. Pulang untuk melihat kedua orang tuanya, terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama. Entah kapan, tak tentu. Selain jarak, ongkos juga berat.

Kisah perantauan mereka berlanjut hingga ke keturunannya. Aku salah satunya. Aku merantau menuntut ilmu. Di kota pelajar, begitu orang-orang menjulukinya. Jogjakarta. Slogan aman, nyaman tentram akan kau dapati ketika pertama datang ke Jogja dan itu benar. Tak sekedar slogan seperti ditempat lainnya atau slogan kosong para politisi yang tampil dimedia televisi.

Entah sampai kapan aku disini aku tak tahu. Sudah 10 tahun memasuki tahun ke 11 aku disini. Tak tahu kenapa juga aku masih betah disini. Disini aku masih tetap sama, menjadi pelajar. Meskipun statusku kini telah menikah dan akan memiliki dua anak, insya Allah, tetap saja aku masih belum tahu kenapa aku bisa disini. Aku hanya tahu ini bagian dari takdir. Kadang aku berfikir, ketika ada orang yang berkata ilmu itu dituntut dari dicari hingga mati, masa iya, aku harus menuntut ilmu di jogja saja? Lalu kapan aku bisa bermanfaat nabi orang lain. Kapan aku bisa mengembangkan ilmuku? Kapan juga aku bisa mendapatkan tambahan ilmu yang bisa jadi dari pengalaman, dari pergaulan, juga dari tempat yang aku sendiri tak tahu. Apa mungkin aku sudah terlalu nyaman seperti ikan di laut yang berenang dilakukan lepas. Tak ada nelayan, tak ada gangguan, hanya ada gelombang, sesekali petir, dan aku menjalani proses hidup yang teduh dengan tetap menuntut ilmu. Menuntut ilmu dunia juga ilmu syar'i. Ilmu syar'i, kadang aku jenuh dan bosan, karena merasa, apa yang aku dapatkan hari ini dan hari kemarin hanya sedikit. Namun benarlah kata orang bijak, sabar adalah kunci untuk masuk ke samudra ilmu yang lebih luas lagi. Lihatlah betapa lama kita tahu bahwa Colombus yang menemukan daratan Amerika, apakah kita sudah tahu ternyata ada orang sebelum Colombus yang menemukannya? Atau, berapa lama kita tahu kita hidup menjadi budak dunia, sementara kita semua dilahirkan dengan merdeka dari rahim-rahim ibu kita?

Ini adalah kisah perantauan yang belum berakhir. Aku masih hidup, keturunanku mulai muncul satu per satu. Entah sampai mana anak cucuku akan pergi merantau, sebagai perantau aku bersyukur pernah hidup ditengah orang yang punya riwayat perantauan cukup lama. Meski sesungguhnya, kita semua adalah perantau, kita sedang menemukan jalan pulang. Kembali ke surga, atau tersesat ke neraka.

Salam rantau.

Inilah Kelebihan Dari Kamu yang Hidup Merantau


Ujian nasional telah kamu lewati. Kini saatnya kamu menyiapkan diri dan mengumpulkan amunisi untuk memasuki universitas yang kamu inginkan. Nah, Gooders, dimanakah tujuan belajarmu selanjutnya?
Selepas masa SMA, kamu harus bersiap-siap menjadi mahasiswa. Wah, Keren! Tapi sedihnya, tidak sedikit dari kamu yang harus meninggalkan kampung halaman untuk melanjutkan kuliah. Mau bagaimana lagi, mungkin di daerah asalmu tidak ada universitas yang sesuai dengan keinginan. Hingga akhirnya mau tidak mau kamu harus merantau, meninggalkan sanak saudara untuk sementara waktu demi menuntut ilmu.
Well, sudah siapkah kamu menjadi anak rantau?
Banyak yang memiliki bayangan buruk tentang hidup di perantauan. Terutama kamu yang selama ini hidup di desa dan memiliki destinasi studi di kota besar (contohnya saya sendiri). Kamu pasti hawatir dengan maraknya isu “kenakalan” ala kota, tingginya kriminalitas, perbedaan gaya hidup kota dan lain sebagainya. Kamu juga merasa pesimis untuk menjalani hidup jauh dari orang tua. Tapi sebenernya, kehawatiranmu ini agak berlebihan sobat!
Justru ketika kamu merantau, kamu mendapatkan hal-hal baik yang tidak didapatkan oleh mereka yang selalu tinggal bersama orang tua! Apa itu?

 1. Lebih bisa survive di lingkungan baru

Ketika kamu memutuskan untuk merantau, saat itulah kamu memiliki keberanian untuk keluar dari zona aman yang selama ini kamu miliki. Kamu akan memasuki sebuah tempat yang mungkin belum pernah kamu singgahi sebelumnya. Kamu akan bertemu dengan begitu banyak orang yang asing bagimu. Di awal masa perantauan, kamu mungkin merasa kesepian, tidak betah dan homesick tingkat tinggi.
Eits, tapi justru di saat itulah skill bertahan hidup mu sedang dilatih. Kamu akan mulai menempa keberanian untuk berkenalan dengan orang baru. Mengumpulkan teman satu persatu hingga akhirnya kamu memiliki begitu banyak teman. Setelah kamu berhasil berteman dengan banyak orang, perlahan kamu akan mendapatkan kenyamanan hidup di tanah rantau. Hal semacam ini nantinya akan bermanfaat bagimu ketika kamu mengalami kondisi serupa. Kamu tidak akan terlalu canggung ketika kamu berada dalam situasi baru. Kamu akan lebih mudah beradaptasi dan menyamankan diri di zona yang tidak nyaman.

2. Cerdas dalam manajemen keuangan


Ketika di rumah, kamu mungkin tidak terlalu risau dengan kondisi dompet. Ya iyalah, kamu hanya memikirkan uang untuk jajan dan hal-hal tersier lainnya. Sedangkan untuk makan dan kebutuhan pokok yang lain, tinggal kamu minta saja ke orang tua. Kalau uang saku habis, setidaknya kamu tetap bisa makan dengan kenyang di rumah.
Kondisi ini akan berbeda ketika kamu merantau. Kamu akan dipercaya oleh orang tua untuk memegang sejumlah uang dalam jumlah yang lebih besar daripada uang jajanmu ketika di rumah. Nah pada saat itu, kamu harus cerdas dalam mengatur penggunaan uang. Kalau tidak, bisa-bisa kamu akan foya-foya di awal bulan namun mengais recehan di akhir bulan.
Ketika kamu merantau, kamu bertanggungjawab sepenuhnya atas dirimu sendiri. Kamu harus memperhitungkan kebutuhan-kebutuhanmu sendiri. Mulai dari kebutuhan mutlak seperti makan, bensin, pulsa dan alat mandi. Sampai kepada kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak terduga. Maka, anak rantau biasanya lebih memiliki kecerdasan dalam manajemen keuangan.

3. Mengatasi masalah dengan mandiri

Saat masih tinggal bersama orang tua, kamu cenderung merasa aman ketika menghadapi masalah. Ada masalah apa, tinggal ngadu saja ke orang tua. Lalu orang tua akan membantu mengatasi masalahmu. Tapi, ketika kamu merantau, kamu akan lebih berpikir mandiri dalam mengatasi sebuah permasalahan. Orang tuamu sedang berada di tempat yang jauh, maka tidak mungkin kamu menggantungkan diri kepada mereka. Inilah sebabnya, ketika kamu merantau, kamu akan terbiasa melakukan hal-hal yang belum pernah kamu lakukan sebelumnya. Misalnya kamu mulai terbiasa pergi ke bengkel sendiri, masak sendiri, nyuci baju, nyuci motor sendiri dan lain sebagainya.

4. Banyak Saudara


Dimana kamu tinggal saat di perantauan? Ngekos atau kontrak? Apapun itu, kamu akan mulai tinggal bersama dengan orang baru. Tinggal satu atap dengan orang yang belum pernah kamu kenal sebelumnya itu tidak mudah lho! Kamu harus memahami karakter masing-masing, dan mulai menjalin pertemanan. Dari sini, kamu akan belajar tentang indahnya berbagi, saling membantu, saling menghibur, saling memaafkan dan saling menjaga. Ketika kamu berhasil melakukan hal-hal ini, kamu akan merasa punya keluarga baru di perantauanmu. Kamu tidak akan merasa kesepian, karena di perantauan pun kamu merasa hommy dengan keluarga barumu. Cuma anak rantau lho yang mendapatkan hal-hal seperti itu!

5. Lebih paham prioritas.

Saat tinggal bersama orang tua, kamu akan berada dalam pengawasan mereka selama 24 jam nonstop. Kamu akan kena omel ketika kamu melakukan hal-hal yang menyimpang. Kamu akan mendapatkan arahan orang tua agar selalu on the right track.
Nah, ketika kamu merantau, kamu tidak akan merasakan hal itu. Jalan hidup di depanmu ditentukan oleh pilihanmu sendiri. Ini memang konfliktual sih, karena jika kamu tidak bisa kontrol diri kamu akan terjerumus ke arus yang tidak diinginkan. Tapi jika kamu menggunakan akal sehat, kamu akan lebih memiliki prioritas daripada mereka yang tidak merantau. Kamu memiliki prioritas untuk cepat lulus, belajar serius dan tidak hanya main-main aja. Kenapa? Karena kamu ingat bahwa ada orang tua yang bercucuran keringat demi menyekolahkan kamu!

6. Waktu bertemu keluarga menjadi sangat spesial


Wah , inilah momen yang paling ditunggu oleh mahasiswa perantauan. Tidak jarang mahasiswa rantau hanya memiliki kesempatan pulang kampung satu kali dalam setahun. Kamu akan rindu dengan wanginya aroma masakan ibumu. Kamu rindu dengan hiruk pikuk daerah asalmu. Rindu dengan pertengkaran antara kamu dan suadara kandungmu. Maka momentum pulang kampung adalah momen yang sangat membahagiakanmu. Ketika kamu kembali berkumpul dengan keluarga yang telah lama kamu rindukan, kamu akan merasa begitu bahagia! Bukankah semakin lama berpisah, semakin mesra saat berjumpa?
apa yang kamu tuju?

Orang merantau pasti mempuyai tujuan tertentu, tujuan itu diantaranya adalah:merantau untuk mencari ilmu, merantau dengan kepentingan ekonomi, merantau untuk mencari pengalaman dan merantau untuk berbagai hal lainya
EMPAT KUNCI SUKSES merantau

Ada banyak jenis perantau yang kita kenal. Di antaranya, perantau karena tugas, perantau dengan kesadaran ingin mengubah nasib, perantau karena teman/saudara, dan perantau ”bonek” alias modal nekat. Namun apa pun dalih merantau, secara psikologis posisi perantau mendatangkan semangatsurvival yang lebih besar. Selain itu, posisi sebagai perantau juga menumbuhkan semangat solidaritas atau loyalitas antarsesama daerah yang kental.
Tidak sedikit perantau yang sukses secara ekonomi, bahkan melebihi sukses penduduk setempat. Anekdot di Bali dapat menggambarkan situasi itu…. ”Orang Malang jualan bakso untuk beli tanah di Bali, sementara orang Bali jual tanah untuk beli bakso Malang.” Paradoks semacam itu juga kita jumpai di mana-mana.
Nah, kembali ke suasana batin atau kemelekatan psikologis yang rata-rata menghinggapi kaum urban, yakni semangat survival dan solidaritas perantau sesama daerah. Patut menjadi pertanyaan adalah, apakah semangat survivaldan solidaritas sesama daerah tadi mampu dikelola dengan baik sehingga bisa menunjang kesuksesan?
Sebab, jiwa survival dan solidaritas yang kuat, sesungguhnya merupakan modal dasar seorang perantau. Jika modal dasar tadi ditambah empat kunci sukses di perantauan, niscaya kans keberhasilan menjadi lebih besar. Keempat kunci sukses tersebut adalah, pertama profesional, kedua soliditas kepemimpinan, ketiga punya visi dan misi yang tepat, dan keempat efisiensi.
PROFESIONALISME
Bidang apa pun yang dikerjakan dan ditekuni oleh seorang perantau, harus dikerjakan secara profesional. Profesionalisme di sini, mengandung arti fokus kepada bidang atau fokus kepada usaha yang digeluti. Fokus, terdengar mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Yang acap terjadi adalah bias, atau tidak fokus. Sering berubah-ubah, atau mudah mengakhiri sebuah usaha dan berpindah ke usaha lain dengan serampangan. Artinya tanpa kajian dan evaluasi sebelum mengakhiri sebuah usaha, dan tanpa kajian matang pula sebelum memulai usaha baru.
Tipikal usaha yang tidak fokus, berpotensi tidak berkembang atau cenderung gagal. Kita bisa belajar dari pengalaman jutaan orang sukses, khususnya yang sudah terpublikasi dalam bentuk buku, atau terpublikasi di media massa. Cermatilah, hampir semua orang sukses tadi, menempatkan unsur profesionalisme atau fokus pada satu bidang, sebagai kunci utama keberhasilan mereka.
Fokus pada satu bidang, akan menggiring kita untuk all out. Ketika kita dipaksakan pada keadaan harus mendalami satu bidang secara intens, maka dengan sendirinya kita dituntut untuk masuk ke sendi terdalam dari usaha atau bidang yang kita geluti. Dengan begitu, wacana SWOT (strengh, weakness, opportunity, dan threat) tidak sekadar wacana, melainkan dapat diketahui secara riil.
Satu contoh bisa saya kemukakan ihwal usaha atau bisnis pertelevisian yang saya tekuni. Pertama-tama yang saya lakukan ketika ditunjuk menjadi Direktur Utama TPI adalah melakukan orientasi ke dalam. Tujuannya adalah supaya saya mengenal betul anatomi perusahaan serta bidang usahanya, lengkap dengan analisa SWOT-nya.
Fase kedua adalah menempatkan profesionalisme pada jenjang prioritas untuk mencapai sukses. Langkah-langkah yang telah saya lalui adalah mendalami tentang media massa secara umum, kemudian mengkhususkan diri ke media televisi (TPI), kemudian bergelut dengan target audiens serta materi serta run down acara yang mengalir sepanjang hari. Day by day harus diikuti dengan penuh dedikasi. Pada akhirnya, kinerja pun menjadi sangat terukur. Apalagi dalam dunia broadcast dikenal istilah rating. Acara-acara dengan rating tinggi, adalah ukuran sukses sebuah tayangan televisi.
Sejumlah acara TPI menjadi fenomena dan terbukti mampu mendongkrak reputasi. Sekadar menyebut contoh, pelopor tayangan live Formula One (F-1), juga KDI yang fonomenal. Ada lagi kontes pelawak, sinetron, seni tradisional, sampai pemberitaan. Juga tayangan yang bersifat religius dan misteri, tetapi misteri tidak memberikan pendidikan yang baik, maka berangsur-angsur dihilangkan.
Ukuran kinerja pada masing-masing bidang usaha tentu berbeda. Tetapi pada dasarnya yang membedakan adalah penamaan atau istilah. Tapi muaranya sama, yakni apresiasi masyarakat. Contoh, restoran yang berhasil adalah yang ramai dikunjungi. Acara TV yang bagus adalah yang banyak ditonton pemirsa. Eksportir yang berhasil adalah permintaan pasar asing yang meningkat. Begitu seterusnya.
Parameter-parameter keberhasilan setiap usaha tersebut di atas, sangat ditentukan pada tingkat profesionalisme pengelolanya. Sekali lagi, profesionalisme atau fokus pada bidang usaha adalah kunci penting meraih sukses.
SOLIDITAS KEPEMIMPINAN
Ada anggapan, leadership adalah bakat. Di sisi lain, pelatihan leadership marak diselenggarakan di berbagai lembaga, baik di kampus, di perkantoran swasta, perkantoran pemerintah, militer, ormas, orsospol, dan lain-lain. Artinya, kepemimpinan pada hakikatnya bukan sesuatu yang mustahil dimiliki setiap individu. Bakat, mungkin ada benarnya, tetapi menjadi pemimpin yang handal juga bisa dilatih dan dipelajari. Dengan cara apa pun Anda mendapatkannya, satu hal yang pasti, soliditas kepemimpinan adalah faktor penting kedua sebagai kunci pembuka sukses.
Ciri-ciri kepemimpinan yang menonjol adalah disegani bawahan, disegani pula oleh kompetitor. Karya kepemimpinan yang solid adalah mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Termasuk, mampu mengubah sesuatu yang kecil menjadi besar. Ibarat seorang tukang kayu yang mampu mengeksploitasi sebatang kayu menjadi bernilai tinggi. Batang kayunya menjadi ukiran, menjadi meja, menjadi kursi dan sejenisnya. Sementara kulit kayunya, serpihan-serpihan kecil, sampai serbuk gergajiannya pun bisa dimanfaatkan secara produktif.
Analogi tukang kayu tadi, menyiratkan hakikat soliditas kepemimpinan yang kuat. Di sana mengandung makna kreatif dan inovatif. Juga menyiratkan keuletan dan ketangguhan. Makna lain adalah cermat dan teliti terhadap setiap bidang yang ditanganinya. Serta yang tak kalah penting adalah kapasitas yang besar dalam melahirkan solusi-solusi atas berbagai persoalan.
Dalam menjalankan praktek kepemimpinan, seorang pemimpin harus mampu meyakinkan kepada staf dan pelaksana bawahan untuk dengan ikhlas melaksanakan perintahnya demi hasil yang maksimal.
VISI DAN MISI YANG TEPAT
Point ketiga sebagai kunci sukses bagi perantau adalah memiliki visi dan misi yang tepat. Seperti kita ketahui bersama, visi harus ideal. Seperti kata Bung Karno, ”gantungkan cita-citamu setinggi langit”, maka sebuah visi haruslah mampu melingkupi idealisme kita dalam berusaha. Visi yang kuat, kemudian dijabarkan kedalam misi-misi praktis dan taktis sehingga bisa menjadi guidanceatau petunjuk acuan bagi diri pribadi maupun setiap individu yang terlibat dalam usaha tadi.
Gambaran visi dan misi di atas, adalah gambaran dalam kerangka umum. Satu hal yang tidak boleh dipisahkan dengan dua kata tadi (visi dan misi) adalah ”ketepatan”. Visi dan misi yang bagus tidak akan bisa menjadi ruh (metaksu) kalau tidak diikuti ketepatan sasaran. Bidikan visi dan misi yang tepat dapat merujuk pada dua hal yakni aktual dan adaptif.
Pengertian aktual adalah baru. Sebuah visi dan misi dapat dikatakan tepat jika mampu mengakomodir ide-ide baru. Sedangkan adaptif dapat diartikan sebagai lentur atau memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap setiap perubahan atau perkembangan peradaban.
Sebab, perubahan adalah hakikat hidup. Itu artinya, segala yang hidup maka senantiasa akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam banyak hal, misalnya selera konsumen, perilaku masyarakat, kebijakan publik, perundang-undangan, globalisasi, era teknologi dan informasi, dan banyak variabel lain. Maka, sebuah usaha tanpa kemampuan mewadahi perubahan, niscaya akan terancam kelangsungannya. Sebaliknya, setiap usaha yang selalu adaptif terhadap perubahan, niscaya akan tetap survive.
Visi dan misi yang tepat sekaligus merupakan lentera pemandu jalan di tengah rimba belantara usaha yang maha luas, lengkap dengan segala problematika, baik yang positif maupun yang negatif. Tanpa visi dan misi yang tepat, ibarat memasuki hutan Amazon tanpa bekal, tanpa pemandu, dan tanpa senjata. Ilustrasi tersebut, dalam bahasa yang ekstrim adalah: menyetor nyawa sia-sia.
Sama halnya di bidang usaha, analogi itu pun bisa kita terapkan. Sekali lagi, mutlak hukumnya bagi siapa pun yang ingin sukses dalam berusaha, adalah membuat visi dan misi yang tepat. Jangan berani melangkahkan kaki ke belantara usaha tanpa bekal visi dan misi yang tepat dan kuat. Guna menciptakan visi dan misi yang tepat, diperlukan kajian yang matang dan cermat. Pelibatan konsultan (baik yang profesional maupun yang amatir) sangat direkomendasikan. Setidaknya, dapat mendatangkan input atau masukan positif. Setidaknya, dapat mendatangan second opinion.
Saya angkat kembali contoh kongkrit yang saya lakukan di TPI, yaitu melalui proses pengkajian yang matang selama kurang lebih 8 bulan, hingga akhirnya dapat tersimpulkan visi dan misi TPI. Visi TPI adalah ”Paling Indonesia Pilihan Pemirsa”. Adapun misinya adalah ”TPI Menyajikan Tayangan Bercita Rasa Indonesia yang Inspiratif untuk Memajukan Masyarakat”. Di luar visi-misi tadi, kami juga menciptakan slogan-slogan sebagai penguat. Slogan TPI yang anda kenal misalnya, ”Makin Indonesi, Makin Asyik Aja…”
EFISIENSI
Last but not least, point terpenting keempat menuju sukses usaha adalah efisiensi. Bahkan semua pakar manajemen pun sependapat, efisiensi adalah soko guru menuju survive. Dengan kata lain, semakin efisien usaha Anda, maka kans survive menjadi lebih besar. Itu berarti, pengetahuan mengenai detail usaha menjadi kunci utama untuk dapat menciptakan manajemen yang efisien.
Efisiensi selalu berkonotasi proporsional atau tidak berlebihan, atau tidak boros. Di sini ada hakikat kecermatan menyangkut kalkulasi, baik kalkulasi budget atau anggaran maupun kalkulasi waktu. Maka, jika secara budget dan waktu bisa efisien, sesungguhnya sebuah usaha berjalan sangat sehat.
Sebaliknya, ada kesalah-kaprahan sebagian pengusaha dalam mengartikan point efisiensi. Kategori ini adalah mereka yang mengartikan efisiensi sebagai penghematan atau pengetatan anggaran atau pengetatan jadwal/waktu semata. Ini adalah pemahaman yang tidak tepat. Sebab pada hakikatnya, efisiensi memang bisa mengakibatkan penghematan baik dari sisi anggaran maupun waktu, tetapi itu tidak punya arti jika tujuan atau target tidak tercapai. Nah, dengan tidak tercapainya tujuan atau target, justru bisa mengakibatkan in-efisiensi atau pemborosan.
Kata kunci yang selalu melekat dengan efisiensi adalah efektivitas. Dalam bahasa Indonesia yang lain, sering kita dengar istilah sangkil (efisien) dan mangkus (efektif). Efektif harus menjadi parameter utama dalam mengukur tingkat efisiensi yang hendak dicapai. Karena itu, efisiensi yang baik adalah efisien sekaligus efektif.
Efektif lebih berorientasi pada ketepatan mencapai tujuan, sasaran, atau target. Karenanya, bobot efisiensi idealnya ditempatkan sebagai supportingbutir efektifitas. Dengan kata lain, bagaimana sebuah usaha dapat efektif mencapai sasaran, dan dilaksanakan secara efisien. Ini kunci penting.
FAKTOR PENDUKUNG
Hal-hal di atas, adalah empat point penting sebagai pegangan bagi siapa pun yang ingin sukses berusaha. Sifat paparan di atas, tentunya relatif bersifat general. Sebab, kunci-kunci tadi pada umumnya juga dipelajari oleh semua praktisi usaha. Penentu keberhasilan juga bisa ditunjang oleh faktor-faktor pendukung.
Seperti disinggung di awal tulisan, bahwa sebagai perantau ada jiwa survivaldan dukungan solidaritas sesama daerah asal yang kuat. Kedua hal ini termasuk faktor pendukung, karenanya harus dijaga, bahkan dikembangkan.
Jiwa pantang menyerah harus diwujudkan dalam kaitan etos kerja yang tinggi. Secara mudah bisa kita contohkan, seseorang yang memanfaatkan waktunya 12 jam sehari untuk bekerja, hasilnya akan lebih baik dari seseorang yang bekerja 8 jam sehari. Anda boleh saja mengatakan relatif, tetapi kalkulasi numerik tadi lebih mendekati kepastian. Ambil saja contoh-contoh di sekitar Anda. Nah, untuk dapat memanfaatkan waktu bekerja di atas jam rata-rata, dibutuhkan mentalitas dan semangat tinggi. Dalam hal ini, pendatang umumnya lebih unggul.
Hal lain adalah solidaritas sesama pendatang, apalagi satu daerah. Hal ini harus disikapi secara profesional (kunci sukses pertama). Artinya, solidaritas tadi harus ditempatkan dalam konteks networking atau jaringan kerja atau jaringan usaha, bukan sekadar ajang berkangen-kangenan…..
Dalam konteks networking tadi, juga dikenal istilah relasi. Memanfaatkan jaringan relasi sangat penting guna menunjang sukses. Seperti pepatah mengatakan, ”Mudah mencari musuh seribu, tetapi sulit mencari satu kawan sejati”. Pepatah ini mengharuskan kita senantiasa membina relationshipdengan berbagai kalangan. Yang positif dibina dan dikembangkan supaya menjadi potensi usaha, sedangkan yang negatif dijadikan ajang bercermin agar kita menjadi makin arif dan bijaksana.
Faktor pendukung lain yang tak kalah penting adalah kemauan untuk mengasah kemampuan secara terus-menerus. Jangan pernah merasa mampu, jadilah pengusaha yang senantiasa haus untuk mengasah kemampuan. Sebab, seperti disinggung di atas, roda zaman senantiasa berputar ke depan. Karenanya, jika kita berhenti di satu titik, maka yang lain pasti akan mendahului, bahkan menggilas usaha kita.
sumber:https://sangnyomansuwisma.wordpress.com/tag/kunci-sukses-merantau/
Teringat kisah ashabul kahfi yang dikisahkan di dalam al-quran, yang bercerita tentang sekelompok pemuda yang ditidurkan oleh Allah SWT selama puluhan tahun, dan bangun dengan zaman yang berbeda. Itulah kisah yang mungkin dirasakan sama oleh Pak Dipo Wijoyo. Seorang Pria yang sekarang ini bekerja sebagai penjaga Sekolah di SMPN 1 Sei Menggaris.
Namun berbeda dengan kisah ashabul kahfi, bedanya Pak De (panggilan akrab Pak Dipo) tidak tidur selama puluhan tahun, tetapi dia menjalani kesehariannya selama puluhan tahun di daerah perantauan. Sejak berumur 26 tahun, Pak De sudah merantau meninggalkan pulau Jawa. Dia memutuskan merantau karena dia ingin mencari pengalaman serta kebebasan dalam bekerja, tanpa ada yang mengatur dirinya.
Pengalaman Karir
Pak De Dipo merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada masanya dinilai sekolah yang cukup tinggi. Berawal dari Kota Bali, Pak De mulai berkarir selama 1 tahun di salah satu Asuransi yang terkemuka di Indonesia sebagai staf. Karena ada beberapa hal, dia memutuskan untuk mengakhiri karirnya di asuransi dan berangkat ke Aceh dan bekerja sebagai staf bagian ekspor di PT Heeching Taimber Industry Indonesia. Beliau bekerja di perusahaan tersebut selama 5 tahun. Beliau berhenti dari perusahaan tersebut dikarenakan ada rekruitmen dari Kementrian Ketenagakerjaan sebagai Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Butsy sebagai penyuluh pertanian, perkebunan dan peternakan yang berada di Banjarmasin. Beliau menimba ilmu di TKS Butsy selama 3 tahun dan di sinilah beliau banyak mendapatkan ilmu pertanian, peternakan dan perkebunan.
�Ketika berada di perantauan, di TKS Butsy lah saya mendapat banyak ilmu. Saya diajarkan tata cara beternak, berkebun dan bertani dari mulai teori-teori sampai ke prakteknya secara langsung, sehingga saya mempunyai keinginan untuk mempunyai usaha sendiri.� Tutur Pak De Dipo
Pengalaman beliau pun sangat banyak, hampir 10 pelatihan yang beliau ikuti di tingkat lokal sampai tingkat Nasional dan hal itu terbukti dari sertifikat-sertifikat yang beliau perlihatkan kepada saya, dan ada beberapa sertifikat yang bertandatangan langsung dari Kementrian Ketenagakerjaan dan bahkan dari Presiden Soeharto.
Sejak saat itulah Pak De ingin menyalurkan ilmu yang telah didapat di TKS Butsy dan memutuskan terjun berwirausaha sebagi peternak. Setelah selesai kontrak dengan TKS Butsy selama 3 tahun, beliau melanjutkan perjalanannya ke Palangkaraya, Samarinda dan Surabaya yang masing-masing 1 tahun sebagai wirausaha peternak ayam. Yang namanya wirausaha memang tak segampang yang dipikirkan, banyak rintangan yang harus dihadapi. Meski beliau sudah berusaha dalam mengembangkan usahanya, tetapi tetap takdir dari Yang Maha Kuasa lah yang menentukan segalanya.
Karena banyak kegagalan itu, Pak De Dipo hampir putus asa dalam mengembangkan usaha peternakan ayamnya. Dia memutuskan untuk pulang ke Solo dan menjadi penjaga kos-kosan milik temannya sewaktu masih sekolah. Selama satu tahun dia bekerja sebagai penjaga kos-kosan. Dan itu pun dia tidak menghubungi keluarganya yang ada di Yogyakarta.
Memang benar apa kata orang, apabila bekerja tidak disertai rasa cinta terhadap pekerjaannya maka tidak ada rasa nyaman dalam bekerja. Hal itu pula yang dirasakan Pak De Dipo, ketika bidang peternakan menjadi bidang yang disenangi, akhirnya Pak De meninggalkan Solo dan melancong kembali ke tanah Irian. Di Tanah Irian inilah tempat yang paling lama ditinggali oleh Pak De. Kurang lebih 10 tahun dia berada di tanah Irian. Selama 2 tahun dia bekerja sebagai motivator Transmigrasi dan ketika selesai kontrak dia berwirausaha beternak ayam selama 8 tahun. Lagi-lagi kegagalan yang Pak De dapat di tanah Irian. Dengan semangat yang tak kenal putus asa, Pak De melanjutkan perjalannnya ke pulau Sulawesi dengan bidang yang sama yaitu beternak ayam.
Seakan sudah putus harapan dengan bidang peternakan dan juga umur sudah mulai tua, Pak De akhirnya memutuskan untuk menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia, dia bekerja sebagai buruh kasar di kebun sawit selama 1 tahun. Setelah dari Malaysia, dia memutuskan kembali ke Indonesia yaitu ke Nunukan sampai sekarang menjadi penjaga sekolah di SMPN 1 SeiMenggaris. Apabila kita hitung secara keseluruhan, hampir 25 tahun Pak De Dipo merantau tanpa keluarga.
Keadaan Keluarga
Pak De Dipo merupakan seorang lelaki kelahiran Yogyakarata pada tanggal 23 Februari tahun 1950. Usianya sekarang sudah mencapai 65 tahun. Usia yang memang sudah masuk kategori Lansia. Pak De merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Dari ke 4 saudaranya, hanya beliaulah yang pergi merantau, sedangkan saudara-saudaranya bekerja di sekitar pulau Jawa. �Saudara saya ada yang bekerja di salah satu Bank di Jakarta, ada juga yang berwirausaha di kampung.� Tutur Beliau.
Orang tua beliau sudah lama meninggal. Oleh karena itu beliau juga kebingungan ketika ingin pergi pulang kampung ke tanah kelahirannya karena di sana sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Saudara-saudaranya pun hilang komunikasi dengan beliau. Entah sekarang saudaranya ada di mana, Pak De Dipo juga tidak tahu.
Ironi apabila kita melihat kondisi Pak De Dipo saat ini, ketika umur sudah beranjak tua, dia kebingungan akan menghabiskan di mana masa tuanya itu. Kita tahu ketika seseorang memasuki umur lanjut usia, keinginannya itu adalah tinggal dan menghabiskan umur bersama keluarganya.
Tetapi pikiran tersebut tidak pernah terbayangkan oleh Pak De Dipo, beliau tetap bersemangat layaknya seorang pemuda. Bahkan ketika saya tanya keinginannya untuk pulang kampung, dia malah menolak untuk pulang ke kampung halamannya. �Saya belum terpikir untuk pulang kampung, di sini saya ingin mengumpulkan uang, ketika uang itu sudah terkumpul saya akan gunakan untuk modal saya berwirusaha di kampung.�tuturnya.
Harapan
Umur 65 tahun merupakan usia yang masuk kategori Lansia, dan sebagian besar orang mungkin sudah mempunyai anak/cucu. Tetapi tidak akan ada yang menyangka di usia Pak De Dipo yang 65 Tahun ini, beliau sampai saat ini belum mempunyai pasangan hidup alias bujang. Entah apa yang menjadi hambatan beliau dalam mencari pasangan.
Itulah yang menjadi harapan beliau saat ini. Beliau berharap di sisa umurnya ini beliau bisa mengamalkan sunnah Rasul untuk menikah dan membentuk sebuah keluarga kecil yang bahagia. Beliau sangat mendambakan seorang istri dan anak yang dapat menemaninya.
Di dekat rumah (di tempat tinggalnya sekarang), ketika anak-anak sedang bermain, beliau pun senang ikut bermain dan bersenda gurau dengan mereka, layaknya anak dan cucu-cucunya. Mungkin itulah kesenangan beliau yang mungkin rindu akan hadirnya seorang anak kandung. Meskipun demikian, beliau terus berusaha untuk mencari pasangan yang dapat menemani beliau di masa tuanya.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/08/04/72740/kisah-dipo-wijoyo-25-tahun-hidup-merantau/#ixzz47KKQDaqu 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook